Rabu, 28 Oktober 2009

perubahan perilaku sebagai dampak promosi kesehatan anemia pada ibu hamil




Kondisi anemia dan Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil mempunyai dampak kesehatan terhadap ibu dan anak dalam kandungan, antara lain meningkatkan risiko bayi dengan berat lahir rendah, keguguran, kelahiran premature dan kematian pada ibu dan bayi baru lahir. Hasil survey menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada ibu hamil masih sangat tinggi, yaitu 51 persen,dan pada ibu nifas 45 persen. Sedangkan prevalensi wanita usia subur (WUS) menderita KEK pada tahun 2002 adalah 17,6 persen. Tidak jarang kondisi anemia dan KEK pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya perdarahan, partus lama, aborsi dan infeksi yang merupakan faktor kematian utama ibu.

Malnutrisi bukan hanya melemahkan fisik dan membahayakan jiwa ibu, tetapi juga mengancam keselamatan janin. Ibu yang bersikeras hamil dengan status gizi buruk, berisiko melahirkan bayi berat badan lahir rendah 2-3 kali lebih besar dibandingkan ibu dengan status gizi baik, disamping kemungkinan bayi mati sebesar 1.5 kali.

Salah satu cara untuk mengetahui status gizi Wanita Usia Subur (WUS) umur 15-49 tahun adalah dengan melakukan pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA). Hasil pengukuran ini bisa digunakan sebagai salah satu cara dalam mengidentifikasi seberapa besar seorang wanita mempunyai risiko untuk melahirkan bayi BBLR. Indikator Kurang Energi Kronik (KEK) menggunakan standar LILA <23,5cm. Dari hasil survei BPS tahun 2000-2005 gambaran risiko KEK yang diukur berdasarkan LILA menurut kelompok umur menunjukkan bahwa persentase wanita usia subur dengan LILA < 23.5 cm (berisiko KEK) umur 15-49 tahun rata-rata adalah 15.49.

Penelitian Saraswati dan Sumarno (1998) menunjukkan bahwa ibu hamil dengan kadar Hb <10 g/dl mempunyai risiko 2.25 kali lebih tinggi untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu hamil dengan kadar Hb di atas 10 g/dl , dimana ibu hamil yang menderita anemia berat mempunyai risiko untuk melahirkan bayi BBLR 4.2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang tdak anemia berat.

Informasi yang dikumpulkan oleh Sub Commitee on Nutrition WHO menunjukkan bahwa paling sedikit satu diantara dua kematian ibu di negara sedang berkembang adalah akibat anemia gizi besi. Suatu studi di Indonesia pada 12 rumah sakit pendidikan pada akhir tahun 1970 melaporkan bahwa angka kematian ibu di kalangan penderita anemia adalah 3.5 kali lebih besar dibandingkan dengan golongan ibu yang tidak anemia. Apabila kadar hemoglobin kurang dari 8 gr%, risiko kematian maternal meningkat sekitar delapan kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita tidak anemia.

Disparitas kematian ibu antar wilayah di Indonesia masih cukup besar dan masih relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN misalnya resiko kematian ibu karena melahirkan di Indonesia adalah 1 dari 65, dibandingkan dengan 1 dari 1.100 di Thailand. Pada tahun 2002 angka kematian ibu (AKI) di Indonesia angka 307 per 100.000 kelahiran hidup. Dari lima juta kelahiran yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya, diperkirakan 20.000 ibu meninggal akibat komplikasi kehamilan atau persalinan.








Setelah di adakan nya promosi kesehatan tentang anemia pada ibu hamil, peserta penyuluhan tersebut diharapkan:
1)Memahami dan mengerti tujuan promosi kesehatan tentang anemia khususnya pada ibu hamil
2)Menerapkan pola hidup sehat dan nutrisi yang seimbang, sebagaimana yang telah dianjurkan pada promkes tentang anemia tersebut
3)Mengetahui cara penanganan dan pencegahan apabila ibu telah menderita anemia agar tidak terjadi kemungkinan komplikasi penyakit lain
4)Diharapkan dengan adanya promosi kesehatan, dapat munurunkan tingkat anemia dimasyarakat terutama ibu hamil

Kamis, 15 Oktober 2009

anemia pada ibu hamil

PROMOSI KESEHATAN ANEMIA PADA IBU HAMIL

Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 12 gr% (Wiknjosastro, 2002).). Anemia dalam kehamilan yang disebabkan karena kekurangan zat besi, jenis pengobatannya relatif mudah, bahkan murah.
Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut Hidremia atau Hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan haemoglobin 19%. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu (Wiknjosastro, 2002). Secara fisiologis, pengenceran darah ini untuk membantu meringankan kerja jantung yang semakin berat dengan adanya kehamilan.
Menurut Mochtar (1998) penyebab anemia pada umumnya adalah sebagai berikut:
1. Kurang gizi (malnutrisi)
2. Kurang zat besi dalam diit
3. Malabsorpsi
4. Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain
5. Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan lain-lain
GEJALA ANEMIA PADA IBU HAMIL
Gejala anemia pada kehamilan yaitu ibu mengeluh cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia), konsentrasi hilang, nafas pendek (pada anemia parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda.
KLASIFIKASI ANEMIA DALAM KEHAMILAN.
Klasifikasi anemia dalam kehamilan menurut Mochtar (1998), adalah sebagai berikut:
1. Anemia Defisiensi Besi
Adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah. Pengobatannya yaitu, keperluan zat besi untuk wanita hamil, tidak hamil dan dalam laktasi yang dianjurkan adalah pemberian tablet besi.
a. Terapi Oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu fero sulfat, fero glukonat atau Na-fero bisirat. Pemberian preparat 60 mg/ hari dapat menaikan kadar Hb sebanyak 1 gr%/ bulan. Saat ini program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram asam folat untuk profilaksis anemia (Saifuddin, 2002).
b. Terapi Parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan zat besi per oral, dan adanya gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan atau masa kehamilannya tua (Wiknjosastro, 2002). Pemberian preparat parenteral dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 mg) intravena atau 2 x 10 ml/ IM pada gluteus, dapat meningkatkan Hb lebih cepat yaitu 2 gr% (Manuaba, 2001).
Untuk menegakan diagnosa Anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnesa. Hasil anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang dan keluhan mual muntah pada hamil muda. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sachli, dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trimester I dan III.
• Hasil pemeriksaan Hb dengan sachli dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Hb 11 gr% : Tidak anemia
2. Hb 9-10 gr% : Anemia ringan
3. Hb 7 – 8 gr%: Anemia sedang
4. Hb < 7 gr% : Anemia berat
Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata mendekatai 800 mg. Kebutuhan ini terdiri dari, sekitar 300 mg diperlukan untuk janin dan plasenta serta 500 mg lagi digunakan untuk meningkatkan massa haemoglobin maternal. Kurang lebih 200 mg lebih akan dieksresikan lewat usus, urin dan kulit. Makanan ibu hamil setiap 100 kalori akan menghasilkan sekitar 8–10 mg zat besi. Perhitungan makan 3 kali dengan 2500 kalori akan menghasilkan sekitar 20–25 mg zat besi perhari. Selama kehamilan dengan perhitungan 288 hari, ibu hamil akan menghasilkan zat besi sebanyak 100 mg sehingga kebutuhan zat besi masih kekurangan untuk wanita hamil (Manuaba, 2001).
2. Anemia Megaloblastik
Adalah anemia yang disebabkan oleh karena kekurangan asam folik, jarang sekali karena kekurangan vitamin B12.
Pengobatannya:
a. Asam folik 15 – 30 mg per hari
b. Vitamin B12 3 X 1 tablet per hari
c. Sulfas ferosus 3 X 1 tablet per hari
d. Pada kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya lamban sehingga dapat diberikan transfusi darah.
3. Anemia Hipoplastik
Adalah anemia yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang, membentuk sel darah merah baru. Untuk diagnostik diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan diantaranya adalah darah tepi lengkap, pemeriksaan pungsi ekternal dan pemeriksaan retikulosi.
4. Anemia Hemolitik
Adalah anemia yang disebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah merah yang lebih cepat dari pembuatannya. Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-kelainan gambaran darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ vital.
Pengobatannya tergantung pada jenis anemia hemolitik serta penyebabnya. Bila disebabkan oleh infeksi maka infeksinya diberantas dan diberikan obat-obat penambah darah. Namun pada beberapa jenis obat-obatan, hal ini tidak memberi hasil. Sehingga transfusi darah berulang dapat membantu penderita ini.


PROMOSI KESEHATAN UNTUK IBU HAMIL YANG MENDERITA ANEMIA
Cara pencegahan dan penanganan anemia yang diderita ibu hamil yaitu :
• Minum tablet tambah darah atau zat besi 1 kali sehari sebelum tidur malam hari dan diminum dengan air putih hangat
• Konsumsi makanan yang bergizi seperti buah-buahan yang bewarna, sayuran hijau dan cukup lauknya
• Usahakan istirahat yang cukup dengan pola tidur siang hari kurang lebih 1 jam dan malam hari kurang lebih 8 jam
• Jangan beraktifitas terlalu berat
• Untuk menjaga stamina tubuh ibu agar tidak mudah sakit, konsumsi vitamin C dan vitamin B-Compleks.
KESIMPULAN
Kejadian anemia pada ibu hamil harus selalu diwaspadai mengingat anemia dapat meningkatkan risiko kematian ibu, angka prematuritas, BBLR dan angka kematian bayi. Untuk mengenali kejadian anemia pada kehamilan, seorang ibu harus mengetahui gejala anemia pada ibu hamil, yaitu cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia), konsentrasi hilang, napas pendek (pada anemia parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat pada kehamilan muda.






DAFTAR PUSTAKA
1. Manuaba, I.B.G.1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta: EGC
2. Manuaba, I.B.G. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan Keluarga Berencana. Jakarta: EGC
3. Mochtar, R. 1998 . Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jakarta: EGC
4. Notobroto. 2003. Insiden Anemia. http://adln.lib.unair.ac.id. diperoleh 24 Februari, 2006.
5. Saifudin, A.B. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBP-SP
6.Winkyosastro, H. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP

BUAT TEMAN-TEMAN YANG SUDAH BACA MOGA BERMANFAAT DAN TAMBAH PINTER AZA…..

PROMOSI KESEHATAN TENTANG PERILAKU HIDUP SEHAT PADA MASYARAKAT TUGAS PROMKES KELOMPOK II

PROMOSI KESEHATAN TENTANG PERILAKU HIDUP SEHAT PADA MASYARAKAT
TUGAS PROMKES KELOMPOK II :
1.ALIMAH
2.EVA RUSIVA
3.LIA NOVIA HK
4.NURIANA
5.SRI LESTARI
6.RAHMI MARDIANA






Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Tangga

PHBS di Rumah Tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat.

PHBS di Rumah Tangga dilakukan untuk mencapai Rumah Tangga ber PHBS yang melakukan 10 PHBS yaitu :

1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan

2. Memberi ASI ekslusif

3. Menimbang balita setiap bulan

4. Menggunakan air bersih

5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun

6. Menggunakan jamban sehat

7. Memberantas jentik dd rumah sekali seminggu

8. Makan buah dan sayur setiap hari

9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari

10. Tidak merokok di dalam rumah

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Institusi Kesehatan
PHBS di Institusi Kesehatan adalah upaya untuk memberdayakan pasien, masyarakat pengunjung dan petugas agar tahu, mau dan mampu untuk mempraktikkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dan berperan aktif dalam mewujudkan Institusi Kesehatan Sehat dan mencegah penularan penyakit di institusi kesehatan.
Ada beberapa indikator yang dipakai sebagai ukuran untuk menilai PHBS di Institusi Kesehatan yaitu :
1. Menggunakan air bersih
2. Menggunakan Jamban
3. Membuang sampah pada tempatnya
4. Tidak merokok di institusi kesehatan
5. Tidak meludah sembarangan
6. Memberantas jentik nyamuk
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Tempat – tempat Umum

PHBS di Tempat – tempat Umum adalah upaya untuk memberdayakan masyarakat pengunjung dan pengelola tempat – tempat umum agar tahu, mau dan mampu untuk mempraktikkan PHBS dan berperan aktif dalam mewujudkan tempat – tempat Umum Sehat.
Tempat – tempat Umum adalah sarana yang diselenggarakan oleh pemerintah/swasta, atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan bagi masyarakat seperti sarana pariwisata, transportasi, sarana ibadah, sarana perdagangan dan olahraga, rekreasi dan sarana sosial lainnya.

Ada beberapa indikator yang dipakai sebagai ukuran untuk menilai PHBS di Tempat – Tempat Umum yaitu :

1. Menggunakan air bersih

2. Menggunakan jamban

3. Membuang sampah pada tempatnya

4. Tidak merokok di tempat umum

5. Tidak meludah sembarangan

6. Memberantas jentik nyamuk

Perilaku Hidup bersih dan Sehat (PHBS) di Sekolah
PHBS di Sekolah adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan oleh peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan sehat.
Ada beberapa indikator yang dipakai sebagai ukuran untuk menilai PHBS di sekolah yaitu :
1. Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan menggunakan sabun
2. Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah
3. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat
4. Olahraga yang teratur dan terukur
5. Memberantas jentik nyamuk
6. Tidak merokok di sekolah
7. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap 6 bulan
8. Membuang sampah pada tempatnya
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Tempat Kerja

PHBS di Tempat kerja adalah upaya untuk memberdayakan para pekerja agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam mewujudkan Tempat Kerja Sehat.

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Tempat kerja antara lain :

1. Tidak merokok di tempat kerja

2. Membeli dan mengkonsumsi makanan dari tempat kerja

3. Melakukan olahraga secara teratur/aktifitas fisik

4. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar dan buang air kecil

5. Memberantas jentik nyamuk di tempat kerja

6. Menggunakan air bersih

7. Menggunakan jamban saat buang air kecil dan besar

8. Membuang sampah pada tempatnya

9. Mempergunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai jenis pekerjaan


PHBS di Sekolah adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan oleh peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan sehat.
Ada beberapa indikator yang dipakai sebagai ukuran untuk menilai PHBS di sekolah yaitu :
1. Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan menggunakan sabun
2. Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah
3. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat
4. Olahraga yang teratur dan terukur
5. Memberantas jentik nyamuk
6. Tidak merokok di sekolah
7. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap 6 bulan
8. Membuang sampah pada tempatnya
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Tempat Kerja

PHBS di Tempat kerja adalah upaya untuk memberdayakan para pekerja agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam mewujudkan Tempat Kerja Sehat.

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Tempat kerja antara lain :

1. Tidak merokok di tempat kerja

2. Membeli dan mengkonsumsi makanan dari tempat kerja

3. Melakukan olahraga secara teratur/aktifitas fisik

4. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar dan buang air kecil

5. Memberantas jentik nyamuk di tempat kerja

6. Menggunakan air bersih

7. Menggunakan jamban saat buang air kecil dan besar

8. Membuang sampah pada tempatnya

9. Mempergunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai jenis pekerjaan

#
Diposkan oleh AKBID Sari Mulia di 23:04 0 komentar p

Jumat, 09 Oktober 2009

(Masa Penjajahan dan Awal Kemerdekaan sampai sekitar Tahun 1960 an)

Hidup hanya dapat dimengerti dengan menoleh ke belakang
Mengamati yang telah dilakukan
Tetapi harus dijalani dengan melihat ke depan”
(Soren Kierkegaard)


Masa Penjajahan
Mula-mula Belanda, untuk kepentingan mereka sendiri, membentuk Jawatan Kesehatan Tentara (Militair Geneeskundige Dienst) pada tahun 1808. Itu terjadi pada waktu pemerintahan Gubernur Jendral H.W. Daendels, yang terkenal dengan pembuatan jalan dari Anyer sampai Banyuwangi, yang membawa banyak korban jiwa penduduk. Pada waktu itu ada tiga RS Tentara yang besar, yaitu di Batavia (Jakarta), Semarang dan Surabaya. Usaha kesehatan sipil mulai diadakan pada tahun 1809, dan Peraturan Pemerintah tentang Jawatan Kesehatan Sipil dikeluarkan pada tahun 1820. Pada tahun 1827 kedua jawatan digabungkan dan baru pada tahun 1911 ada pemisahan nyata antara kedua jawatan tersebut. Pada permulaannya, perhatian hanya ditujukan kepada kelompok masyarakat penjajah (Belanda) sendiri, beserta para anggota tentaranya yang juga meliputi orang pribumi. Sedangkan usaha untuk mempertinggi kesehatan rakyat secara keseluruhan baru dinyatakan dengan tegas dengan dibentuknya Jawatan/Dinas Kesehatan Rakyat pada tahun 1925. Sedangkan pelayanan kesehatan yang mula-mula dilakukan adalah pengobatan dan perawatan (upaya kuratif), melalui RS Tentara.
Pada waktu itu sebagian besar rakyat di pedesaan masih sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, kepercayaan akan tahayul, sedangkan pengobatan lebih percaya pada dukun. Ibu-ibu pada waktu melahirkan bayinya juga lebih banyak ditolong oleh dukun. Kondisi hygiene-santasi masih sangat buruk, dan berobat ke dokter masih menimbulkan rasa takut. Banyak penyakit timbul karena pola hidup yang tidak bersih dan tidak sehat. Pada waktu itu sering terjadi wabah malaria, kolera, sampar, dan cacar. Di samping itu juga sering terjadi wabah busung lapar di daerah-daerah tertentu. Sedangkan penyakit frambusia/patek/puru, kusta dan tuberkulosis merupakan penyakit rakyat. Usaha preventif pertama yang dilakukan adalah pemberian vaksin cacar yang hanya dilakukan dalam kelompok terbatas. Usaha lainnya yang sebenarnya tertua usianya adalah pengasingan para penderita kusta, tetapi itu lebih sebagai usaha pencegahan penularan semata-mata. Selain itu juga ada kegiatan pengasingan para penderita sakit jiwa, yang hanya dilakukan terhadap mereka yang berbahaya bagi masyarakat sekelilingnya.
Dengan adanya wabah kolera, pada tahun 1911 di Batavia dibentuk badan yang diberi nama “Hygiene Commissie” yang kegiatannya berupa: memberikan vaksinasi, menyediakan air minum dan menganjurkan memasak air untu diminum. Perintis usaha ini adalah Dr. W. Th. De Vogel. Selanjutnya pada tahun 1920 diadakan jabatan “propagandist” (juru penyiar berita) yang meletakkan usaha pendidikan kesehatan kepada rakyat melalui penerbitan, penyebar luasan gambar dinding, dan pemutaran film kesehatan. Usaha ini karena penghematan dihentikan pada tahun 1923.


“Medisch Hygienische Propaganda”
Pada tahun 1924 oleh pemerintah Belanda dibentuk Dinas Higiene. Kegiatan pertamanya berupa pemberantasan cacing tambang di daerah Banten. Bentuk usahanya dengan mendorong rakyat untuk membuat kakus/jamban sederhana dan mempergunakannya. Lambat laun pemberantasan cacing tambang tumbuh menjadi apa yang dinamakan “Medisch Hygienische Propaganda”. Propaganda ini kemudian meluas pada penyakit perut lainnya, bahkan melangkah pula dengan penyuluhan di sekolah-sekolah dan pengobatan kepada anak-anak sekolah yang sakit. Timbullah gerakan, untuk mendirikan “brigade sekolah” dimana-mana. Hanya saja gerakan ini tidak lama usianya.
Baru pada tahun 1933 dapat dimulai organisasi higiene tersendiri, dalam bentuk Percontohan Dinas Kesehatan Kabupaten di Purwokerto. Dinas ini terpisah dari Dinas Kuratif tetapi dalam pelaksanaannya bekerjasama erat. Dalam hubungan usaha higiene ini perlu disebutkan nama Dr.John Lee Hydrick dari Rocckefeller Fundation (Amerika), yang memimpin pemberantasan cacing tambang mulai tahun 1924 sampai 1939, dengan menitik beratkan pada Pendidikan Kesehatan kepada masyarakat. Ia mengangkat kegiatan Pendidikan Kesehatan Rakyat (Medisch Hygienische Propaganda) dengan mengadakan penelitian operasional tentang lingkup penderita penyakit cacing tambang di daerah Banyumas. Ia menyelenggarakan kegiatan Pendidikan Kesehatan tentang Hygiene dan Sanitasi, dengan mencurahkan banyak informasi tentang penyakit-penyakit yang berkaitan dengan kebersihan dan kesehatan lingkungan serta usaha pencegahan dan peningkatan kesehatan (cacing tambang, malaria, tbc.). Ia mengadakan pendekatan dalam upaya membangkitkan dan menggerakkan partisipasi masyarakat (pendekatan seperti ini nanti dikenal dengan nama “pendekatan edukatif”). Yang menonjol pada waktu itu adalah penggunaan media pendidikan (booklets, poster, film dsb) dan juga kunjungan rumah yang dilakukan oleh petugas sanitasi yang terdidik.
Sebagai pelaksana kegiatan pendidikan kesehatan dalam bidang Hygiene dan Sanitasi, seorang dokter pribumi bernama Dr. Soemedi, kemudian mendirikan Sekolah Juru Hygiene di Purwokerto. Usaha ini kemudian dilanjutkan oleh Dr. R. Mochtar yang kemudian menjabat sebagai Kepala Bagian Pendidikan Kesehatan Rakyat (Medisch Hygienische Propaganda Dienst). Sehubungan dengan karya atau usaha Dr. Hydrick itu, Dr. R. Mochtar mengemukakan sbb.:

“Selama penyelidikan itu, diadakan penerangan kepada penduduk tentang penyakit cacing dengan menggunakan film, dan gambar-ganbar sorot. Hasil penerangan itu begitu besar, hingga terjadilah keyakinan, bahwa mungkin sekali kepada penduduk diberikan pengetahuan lebih lanjut tentang kesehatan itu dan tentang penyakit dengan jalan mengadakan propaganda tentang kesehatan dan organisasi pekerjaan hygiene secara seksama.

Kemudian timbul suatu pekerjaan secara teratur dalam lapangan Medisch Hyg. Propaganda dan hygiene yang seksama di daerah-daerah desa, dibawah pimpinan dokter-dokter. Suatu daerah percontohan diadakan di wilayah Kabupaten Banyumas . Disamping itu diadakan suatu sekolah Mantri Kesehatan.
Berkat kegiatan mereka jang mendjalankan tugasnja dalam lapangan tersebut, maka pekerdjaan tadi dalam arti sebenarnyja mendjelma sebagai suatu pendidikan tentang kesehatan kepada rakyat bukan saja suatu medisch hygiensche propaganda.
Meskipun para pegawai acapkali menghadapi orang-orang jang salah faham tentang pekerjaan itu dan mengalami berbagai penghinaan, akan tetapi dengan penuh keyakinan tentang kesucian pekerjaan itu, mereka menjalankan tugasnya, sehingga pendidikan kesehatan rakjat itu memperoleh tempat dalam usaha Pemerintahan dalam lapangan kesehatan rakjat, bahkan sejak pecahnya revolusi pada tahun 1945 di Indonesia telah dibangun urusan hygiene desa atas dasar pendidikan kesehatan rakyat.
Perang dunia ke II mengakibatkan datangnya zaman baru. Arus gelombang gerakan kesehatan rakyat di dunia telah juga meliputi Indonesia. Di Indonesia filsafat kesehatan yang dianjurkan oleh W.H.O. itu diterima pula dan dijadikan dasar dalam gerakan kesehatan rakyat di Indonesia. Oleh karena itu dapat diramalkan, bahwa pekerjaan Pendidikan Kesehatan Rakyat itu terus menerus akan memperoleh perhatian besar dari pemerintah, maupun masyarakat. Filsafat yang diandjurkan oleh W.H.O. itu ialah, bahwa kesehatan itu adalah :
“a state of complete physical, mental and social wellbeing and not merely the absence of disease or infirmity”(Suatu keadaan sempurna mengenai tubuh, rohani dan sosial, bukan saja tidak ada penjakit, uzur arau cacad).

Riwayat Kesehatan Rakyat memperlihatkan, bahwa pada permulaannya Usaha Kesehatan Rakyat itu ditujukan kepada usaha menyehatkan lingkungan hidup dan pemberantasan penjakit; usaha itu didjalankan untuk rakyat dengan jika perlu menggunakan juga undang-undang.
Akan tetapi dalam bentuk Usaha Kesehatan Rakyat yang paling baru, usaha-uaaha itu dijalankan untuk rakyat dengan ikut sertanya rakyat. Ini berarti bahwa penyelenggaraanUsaha Kesehatan Rakyat itu membutuhkan juga gerakan rakyat ke jurusan tadi. Hal ini sungguh lebih sukar daripada menjalankan usaha itu tidak dengan syarat bahwa rakjat juga harus ikut mengadakan inisiatif.
Inisiatif rakyat tadi perlu dibangunkan dengan jalan pendidikan, agar rakyat dapat mengerti dan suka sama-sama bekerja dengan pemerintah untuk keperluan mereka sendiri. Bantuan rakyat itu harus berdasarkan atas inteligensi”.
(R.Mochtar, M.D.,M.P.H. –1954, tulisan sudah disesuaikan dengan ejaan baru)


Pendidikan Kesehatan Rakyat
Dalam tulisannya tersebut, Dr. R. Mochtar jelas memberikan gambaran betapa penting arti Pendidikan Kesehatan Rakyat dalam upaya membangkitkan dan menggerakkan partisipasi masyarakat dalam Kesehatan Rakyat, yang sejak sebelum Hydrick, yaitu 1911, sudah mulai digalakkan oleh pemeritah Belanda. Ada bebarapa pokok penting yang dapat diangkat dari tulisan Dr. R.Mochtar, yaitu :
1. Pendidikan Kesehatan Rakjat (PKR) sudah dirasakan pentingnya sejak permulaan abad ke XX, namun direalisasikan dalam bentuk kegiatan nyata baru dalam tahun 1911, yang dikenal dengan nama Medisch Hygienische Propaganda.
2. Pendidikan Kesehatan Rakyat (PKR) terkait pada program kesehatan, yaitu Hygiene dan Sanitasi lingkungan (PKR bukan suatu program yang berdiri sendiri)
3. Walaupun Pendidikan Kesehatan merupakan bagian dan kegiatan terintegrasi dalam program-program kesehatan, namun hal ini perlu ditangani secara “professional”. Untuk ini perlu organisasi/unit kerja khusus yang menangani Pendidikan Kesehatan, dan diperlukan pula tenaga terdidik atau terlatih. Dalam hal ini tenaga sanitasi, disiapkan untuk mampu memberikan pendidikan tentang kesehatan dan sanitasi kepada masyarakat desa, disertai alat/media pendidikan (Audio Visual Aid ). Tenaga “Health Educators” ini bekerja dengan penuh keyakinan dan dedikasi.
Sedangkan Dr. J. Leimena (1952) mengangkat beberapa prinsip “pioneering job” Dr. J.L. Hydrick, khususnya yang berkaitan dengan pentingnya health education, sbb.:
Principles : The idea underlying the organization of this intensive hygiene work was the belief that if health education could instill in the people an understanding of the fundamental rules of hygiene and a realization of the importance and necessity of healthful habits of life, many diseases and condition might be brought under control and in time might be eradicated.
Purpose : The purpose of the work is to awaken in the people a permanent interest in hygiene and stimulate them to adopt habits and to carry out measures which will help them secure health and remain healthy.
Cooperation of the people: In order to secure the cooperation of the people, health education work must propose practicable measures, so that the people will be able to give cooperation. Further it is of the greatest importance that not only the children be taught hygiene and health, but that also the adults be taught at the same time, so that each group will support the other. This cooperation is very valuable.
The spirit of the approach : …They should be lead, not driven. They should be stimulated and lead to express a desire to live more hygienically. It is the task of the health worker to create the desire.
A subject with which to begin : ….to begin with an attempt to bring about in the people an understanding of the fundamental facts involved in the cause, transmission and prevention of a wide spread chronic disease.
….if the people can be taught that they themselves can carry out certain simple measures which will help them to avoid one of the chronic diseases, they will learn to live more hygienically and thus build up their resistance to many other diseases.

Laying the foundation for general hygienic work: If this new sanitary habits become permanent, then there has been laid the foundation upon which general hygiene work can be built

…..It was therefore not intended that the Division of Public Health Education should conduct only a campaign against soil and water pollution, but it should thereby lay a foundation for a broad general campaign for hygiene by teaching the dangers of the pollution of soil and water.

Memaknai apa yang diuraikan dalam kutipan tersebut di atas, ada contoh menarik. PT Unilever dalam rangka mempromosikan produksinya berupa sabun mandi dan pasta gigi, sering mengadakan bioskop keliling dengan layar tancap. Pada zaman belum ada televisi, bioskop semacam ini sangat digemari oleh masyarakat, terutama di pedesaan. Di sela-sela pertunjukan film dengan cerita tertentu sering diselipkan pendidikan/penyuluhan kesehatan. Yaitu dengan selipan slide film yang antara lain menunjukkan tokoh kartun yang memerankan petugas laboratorium yang sedang meneropong secawan air mentah dengan mikroskop. Melalui alat itu terlihat bahwa air mentah itu banyak mengandung kuman atau bakteri dengan berbagai bentuk yang berkeliaran, berjingkrak-jingkrak dan menari-nari di dalam air tersebut. Adegan berikutnya adalah air di cawan itu langsung diminum oleh tokoh kartiun yang lain dengan akibat beberapa lama kemudian merasakan sakit perut dan beberapa kali buang air besar. Lalu dijelaskan oleh narrator dari slide film tersebut itulah akibatnya apabila kita minum air tanpa dimasak lebih dahulu. Sang narrator menganjurkan agar air sebelum diminum agar dimasak lebih dahulu. Kemudian ditunjukkan slide film berikutnya bahwa melalui mikroskop terlihat bahwa kuman-kuman itu pada mati dan tidak berkeliaran lagi dalam air yang sudah dimasak. Sang narrator menjelaskan bahwa air yang sudah dimasak aman dari gangguan penyakit. Dari silide film sederhana ini ternyata banyak penduduk pedesaan yang memasak air sebelum diminum.

Minggu, 04 Oktober 2009