Jumat, 09 Oktober 2009

(Masa Penjajahan dan Awal Kemerdekaan sampai sekitar Tahun 1960 an)

Hidup hanya dapat dimengerti dengan menoleh ke belakang
Mengamati yang telah dilakukan
Tetapi harus dijalani dengan melihat ke depan”
(Soren Kierkegaard)


Masa Penjajahan
Mula-mula Belanda, untuk kepentingan mereka sendiri, membentuk Jawatan Kesehatan Tentara (Militair Geneeskundige Dienst) pada tahun 1808. Itu terjadi pada waktu pemerintahan Gubernur Jendral H.W. Daendels, yang terkenal dengan pembuatan jalan dari Anyer sampai Banyuwangi, yang membawa banyak korban jiwa penduduk. Pada waktu itu ada tiga RS Tentara yang besar, yaitu di Batavia (Jakarta), Semarang dan Surabaya. Usaha kesehatan sipil mulai diadakan pada tahun 1809, dan Peraturan Pemerintah tentang Jawatan Kesehatan Sipil dikeluarkan pada tahun 1820. Pada tahun 1827 kedua jawatan digabungkan dan baru pada tahun 1911 ada pemisahan nyata antara kedua jawatan tersebut. Pada permulaannya, perhatian hanya ditujukan kepada kelompok masyarakat penjajah (Belanda) sendiri, beserta para anggota tentaranya yang juga meliputi orang pribumi. Sedangkan usaha untuk mempertinggi kesehatan rakyat secara keseluruhan baru dinyatakan dengan tegas dengan dibentuknya Jawatan/Dinas Kesehatan Rakyat pada tahun 1925. Sedangkan pelayanan kesehatan yang mula-mula dilakukan adalah pengobatan dan perawatan (upaya kuratif), melalui RS Tentara.
Pada waktu itu sebagian besar rakyat di pedesaan masih sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, kepercayaan akan tahayul, sedangkan pengobatan lebih percaya pada dukun. Ibu-ibu pada waktu melahirkan bayinya juga lebih banyak ditolong oleh dukun. Kondisi hygiene-santasi masih sangat buruk, dan berobat ke dokter masih menimbulkan rasa takut. Banyak penyakit timbul karena pola hidup yang tidak bersih dan tidak sehat. Pada waktu itu sering terjadi wabah malaria, kolera, sampar, dan cacar. Di samping itu juga sering terjadi wabah busung lapar di daerah-daerah tertentu. Sedangkan penyakit frambusia/patek/puru, kusta dan tuberkulosis merupakan penyakit rakyat. Usaha preventif pertama yang dilakukan adalah pemberian vaksin cacar yang hanya dilakukan dalam kelompok terbatas. Usaha lainnya yang sebenarnya tertua usianya adalah pengasingan para penderita kusta, tetapi itu lebih sebagai usaha pencegahan penularan semata-mata. Selain itu juga ada kegiatan pengasingan para penderita sakit jiwa, yang hanya dilakukan terhadap mereka yang berbahaya bagi masyarakat sekelilingnya.
Dengan adanya wabah kolera, pada tahun 1911 di Batavia dibentuk badan yang diberi nama “Hygiene Commissie” yang kegiatannya berupa: memberikan vaksinasi, menyediakan air minum dan menganjurkan memasak air untu diminum. Perintis usaha ini adalah Dr. W. Th. De Vogel. Selanjutnya pada tahun 1920 diadakan jabatan “propagandist” (juru penyiar berita) yang meletakkan usaha pendidikan kesehatan kepada rakyat melalui penerbitan, penyebar luasan gambar dinding, dan pemutaran film kesehatan. Usaha ini karena penghematan dihentikan pada tahun 1923.


“Medisch Hygienische Propaganda”
Pada tahun 1924 oleh pemerintah Belanda dibentuk Dinas Higiene. Kegiatan pertamanya berupa pemberantasan cacing tambang di daerah Banten. Bentuk usahanya dengan mendorong rakyat untuk membuat kakus/jamban sederhana dan mempergunakannya. Lambat laun pemberantasan cacing tambang tumbuh menjadi apa yang dinamakan “Medisch Hygienische Propaganda”. Propaganda ini kemudian meluas pada penyakit perut lainnya, bahkan melangkah pula dengan penyuluhan di sekolah-sekolah dan pengobatan kepada anak-anak sekolah yang sakit. Timbullah gerakan, untuk mendirikan “brigade sekolah” dimana-mana. Hanya saja gerakan ini tidak lama usianya.
Baru pada tahun 1933 dapat dimulai organisasi higiene tersendiri, dalam bentuk Percontohan Dinas Kesehatan Kabupaten di Purwokerto. Dinas ini terpisah dari Dinas Kuratif tetapi dalam pelaksanaannya bekerjasama erat. Dalam hubungan usaha higiene ini perlu disebutkan nama Dr.John Lee Hydrick dari Rocckefeller Fundation (Amerika), yang memimpin pemberantasan cacing tambang mulai tahun 1924 sampai 1939, dengan menitik beratkan pada Pendidikan Kesehatan kepada masyarakat. Ia mengangkat kegiatan Pendidikan Kesehatan Rakyat (Medisch Hygienische Propaganda) dengan mengadakan penelitian operasional tentang lingkup penderita penyakit cacing tambang di daerah Banyumas. Ia menyelenggarakan kegiatan Pendidikan Kesehatan tentang Hygiene dan Sanitasi, dengan mencurahkan banyak informasi tentang penyakit-penyakit yang berkaitan dengan kebersihan dan kesehatan lingkungan serta usaha pencegahan dan peningkatan kesehatan (cacing tambang, malaria, tbc.). Ia mengadakan pendekatan dalam upaya membangkitkan dan menggerakkan partisipasi masyarakat (pendekatan seperti ini nanti dikenal dengan nama “pendekatan edukatif”). Yang menonjol pada waktu itu adalah penggunaan media pendidikan (booklets, poster, film dsb) dan juga kunjungan rumah yang dilakukan oleh petugas sanitasi yang terdidik.
Sebagai pelaksana kegiatan pendidikan kesehatan dalam bidang Hygiene dan Sanitasi, seorang dokter pribumi bernama Dr. Soemedi, kemudian mendirikan Sekolah Juru Hygiene di Purwokerto. Usaha ini kemudian dilanjutkan oleh Dr. R. Mochtar yang kemudian menjabat sebagai Kepala Bagian Pendidikan Kesehatan Rakyat (Medisch Hygienische Propaganda Dienst). Sehubungan dengan karya atau usaha Dr. Hydrick itu, Dr. R. Mochtar mengemukakan sbb.:

“Selama penyelidikan itu, diadakan penerangan kepada penduduk tentang penyakit cacing dengan menggunakan film, dan gambar-ganbar sorot. Hasil penerangan itu begitu besar, hingga terjadilah keyakinan, bahwa mungkin sekali kepada penduduk diberikan pengetahuan lebih lanjut tentang kesehatan itu dan tentang penyakit dengan jalan mengadakan propaganda tentang kesehatan dan organisasi pekerjaan hygiene secara seksama.

Kemudian timbul suatu pekerjaan secara teratur dalam lapangan Medisch Hyg. Propaganda dan hygiene yang seksama di daerah-daerah desa, dibawah pimpinan dokter-dokter. Suatu daerah percontohan diadakan di wilayah Kabupaten Banyumas . Disamping itu diadakan suatu sekolah Mantri Kesehatan.
Berkat kegiatan mereka jang mendjalankan tugasnja dalam lapangan tersebut, maka pekerdjaan tadi dalam arti sebenarnyja mendjelma sebagai suatu pendidikan tentang kesehatan kepada rakyat bukan saja suatu medisch hygiensche propaganda.
Meskipun para pegawai acapkali menghadapi orang-orang jang salah faham tentang pekerjaan itu dan mengalami berbagai penghinaan, akan tetapi dengan penuh keyakinan tentang kesucian pekerjaan itu, mereka menjalankan tugasnya, sehingga pendidikan kesehatan rakjat itu memperoleh tempat dalam usaha Pemerintahan dalam lapangan kesehatan rakjat, bahkan sejak pecahnya revolusi pada tahun 1945 di Indonesia telah dibangun urusan hygiene desa atas dasar pendidikan kesehatan rakyat.
Perang dunia ke II mengakibatkan datangnya zaman baru. Arus gelombang gerakan kesehatan rakyat di dunia telah juga meliputi Indonesia. Di Indonesia filsafat kesehatan yang dianjurkan oleh W.H.O. itu diterima pula dan dijadikan dasar dalam gerakan kesehatan rakyat di Indonesia. Oleh karena itu dapat diramalkan, bahwa pekerjaan Pendidikan Kesehatan Rakyat itu terus menerus akan memperoleh perhatian besar dari pemerintah, maupun masyarakat. Filsafat yang diandjurkan oleh W.H.O. itu ialah, bahwa kesehatan itu adalah :
“a state of complete physical, mental and social wellbeing and not merely the absence of disease or infirmity”(Suatu keadaan sempurna mengenai tubuh, rohani dan sosial, bukan saja tidak ada penjakit, uzur arau cacad).

Riwayat Kesehatan Rakyat memperlihatkan, bahwa pada permulaannya Usaha Kesehatan Rakyat itu ditujukan kepada usaha menyehatkan lingkungan hidup dan pemberantasan penjakit; usaha itu didjalankan untuk rakyat dengan jika perlu menggunakan juga undang-undang.
Akan tetapi dalam bentuk Usaha Kesehatan Rakyat yang paling baru, usaha-uaaha itu dijalankan untuk rakyat dengan ikut sertanya rakyat. Ini berarti bahwa penyelenggaraanUsaha Kesehatan Rakyat itu membutuhkan juga gerakan rakyat ke jurusan tadi. Hal ini sungguh lebih sukar daripada menjalankan usaha itu tidak dengan syarat bahwa rakjat juga harus ikut mengadakan inisiatif.
Inisiatif rakyat tadi perlu dibangunkan dengan jalan pendidikan, agar rakyat dapat mengerti dan suka sama-sama bekerja dengan pemerintah untuk keperluan mereka sendiri. Bantuan rakyat itu harus berdasarkan atas inteligensi”.
(R.Mochtar, M.D.,M.P.H. –1954, tulisan sudah disesuaikan dengan ejaan baru)


Pendidikan Kesehatan Rakyat
Dalam tulisannya tersebut, Dr. R. Mochtar jelas memberikan gambaran betapa penting arti Pendidikan Kesehatan Rakyat dalam upaya membangkitkan dan menggerakkan partisipasi masyarakat dalam Kesehatan Rakyat, yang sejak sebelum Hydrick, yaitu 1911, sudah mulai digalakkan oleh pemeritah Belanda. Ada bebarapa pokok penting yang dapat diangkat dari tulisan Dr. R.Mochtar, yaitu :
1. Pendidikan Kesehatan Rakjat (PKR) sudah dirasakan pentingnya sejak permulaan abad ke XX, namun direalisasikan dalam bentuk kegiatan nyata baru dalam tahun 1911, yang dikenal dengan nama Medisch Hygienische Propaganda.
2. Pendidikan Kesehatan Rakyat (PKR) terkait pada program kesehatan, yaitu Hygiene dan Sanitasi lingkungan (PKR bukan suatu program yang berdiri sendiri)
3. Walaupun Pendidikan Kesehatan merupakan bagian dan kegiatan terintegrasi dalam program-program kesehatan, namun hal ini perlu ditangani secara “professional”. Untuk ini perlu organisasi/unit kerja khusus yang menangani Pendidikan Kesehatan, dan diperlukan pula tenaga terdidik atau terlatih. Dalam hal ini tenaga sanitasi, disiapkan untuk mampu memberikan pendidikan tentang kesehatan dan sanitasi kepada masyarakat desa, disertai alat/media pendidikan (Audio Visual Aid ). Tenaga “Health Educators” ini bekerja dengan penuh keyakinan dan dedikasi.
Sedangkan Dr. J. Leimena (1952) mengangkat beberapa prinsip “pioneering job” Dr. J.L. Hydrick, khususnya yang berkaitan dengan pentingnya health education, sbb.:
Principles : The idea underlying the organization of this intensive hygiene work was the belief that if health education could instill in the people an understanding of the fundamental rules of hygiene and a realization of the importance and necessity of healthful habits of life, many diseases and condition might be brought under control and in time might be eradicated.
Purpose : The purpose of the work is to awaken in the people a permanent interest in hygiene and stimulate them to adopt habits and to carry out measures which will help them secure health and remain healthy.
Cooperation of the people: In order to secure the cooperation of the people, health education work must propose practicable measures, so that the people will be able to give cooperation. Further it is of the greatest importance that not only the children be taught hygiene and health, but that also the adults be taught at the same time, so that each group will support the other. This cooperation is very valuable.
The spirit of the approach : …They should be lead, not driven. They should be stimulated and lead to express a desire to live more hygienically. It is the task of the health worker to create the desire.
A subject with which to begin : ….to begin with an attempt to bring about in the people an understanding of the fundamental facts involved in the cause, transmission and prevention of a wide spread chronic disease.
….if the people can be taught that they themselves can carry out certain simple measures which will help them to avoid one of the chronic diseases, they will learn to live more hygienically and thus build up their resistance to many other diseases.

Laying the foundation for general hygienic work: If this new sanitary habits become permanent, then there has been laid the foundation upon which general hygiene work can be built

…..It was therefore not intended that the Division of Public Health Education should conduct only a campaign against soil and water pollution, but it should thereby lay a foundation for a broad general campaign for hygiene by teaching the dangers of the pollution of soil and water.

Memaknai apa yang diuraikan dalam kutipan tersebut di atas, ada contoh menarik. PT Unilever dalam rangka mempromosikan produksinya berupa sabun mandi dan pasta gigi, sering mengadakan bioskop keliling dengan layar tancap. Pada zaman belum ada televisi, bioskop semacam ini sangat digemari oleh masyarakat, terutama di pedesaan. Di sela-sela pertunjukan film dengan cerita tertentu sering diselipkan pendidikan/penyuluhan kesehatan. Yaitu dengan selipan slide film yang antara lain menunjukkan tokoh kartun yang memerankan petugas laboratorium yang sedang meneropong secawan air mentah dengan mikroskop. Melalui alat itu terlihat bahwa air mentah itu banyak mengandung kuman atau bakteri dengan berbagai bentuk yang berkeliaran, berjingkrak-jingkrak dan menari-nari di dalam air tersebut. Adegan berikutnya adalah air di cawan itu langsung diminum oleh tokoh kartiun yang lain dengan akibat beberapa lama kemudian merasakan sakit perut dan beberapa kali buang air besar. Lalu dijelaskan oleh narrator dari slide film tersebut itulah akibatnya apabila kita minum air tanpa dimasak lebih dahulu. Sang narrator menganjurkan agar air sebelum diminum agar dimasak lebih dahulu. Kemudian ditunjukkan slide film berikutnya bahwa melalui mikroskop terlihat bahwa kuman-kuman itu pada mati dan tidak berkeliaran lagi dalam air yang sudah dimasak. Sang narrator menjelaskan bahwa air yang sudah dimasak aman dari gangguan penyakit. Dari silide film sederhana ini ternyata banyak penduduk pedesaan yang memasak air sebelum diminum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar